Promote uS, satisfied customers!
Let your name be a reference by a friend or a co-worker, and get a discount for your next translation order!
dr.Rany's Translation Service : 085711872561 or 087889571861
http://ranytranslation.blogspot.com
ranyoctaria@gmail.com
Rany's Translation Service
Wednesday, 23 January 2013
Sunday, 23 December 2012
Vitamin C dan Risiko Pre-eklampsia – Hasil dari Kuesioner Diet dan Pengukuran Plasma
Vitamin C dan Risiko Pre-eklampsia – Hasil dari Kuesioner Diet dan
Pengukuran Plasma
Cuilin Zhang,1 Michelle A. Williams,1,2 Irena
B. King,3
Edward E. Dashow,4,6 Tanya K. Sorensen,2,6 Ihunnaya
O. Frederick,2
Mary Lou Thompson,5 and David A. Luthy2,6
(contact dr. Rany 087889571861 or ranyoctaria@gmail.com for further translation infos)
Latar
Belakang. Stres oksidatif memiliki peran
penting pada patofisiologi pre-eklampsia.
Metode. Pada sebuah
penelitian kasus-kontrol berisi 109 perempuan dengan pre-eklampsia dan 259
kontrol, dilakukan penilaian mengenai diet ibu dan vitamin C plasma sehubungan
dengan pre-eklampsia. Asupan diet selama periode perikonsepsi dan kehamilan
dipastikan menggunakan kuesioner frekuensi makanan semikuantitatif. Prosdur
regresi logistik digunakan untuk mendapatkan odds ratio (OR) dan interval konfidens 95% (CI). Asam askorbat
plasma ditentukan menggunakan prosedur enzimatik otomatis.
Hasil. Setelah menyesuaikan
dengan usia ibu, paritas, indeks massa tubuh prakehamilan, dan asupan energi,
perempuan yang mengkonsumsi vitamin C harian <85mg (di angka kecukupan gizi
yang direkomendasikan), dibandingkan yang lain, mengalami risiko preeklampsia
yang dua kali lipat (OR =2.1; 95% CI=1.1-3.9). OR untuk kuartil esktrem asam
askorbat plasma (<42.5 vs >63.3 µmol/liter) adalah 2.3 (95%CI =1.1
-4.6). Dibandingkan dengan perempuan di kuartil tertinggi, mereka dengan asam
askorbat plasma <34.6 µmol/liter (desil terendah) mengalami peningkatan
risiko pre-eklampsia 3.8 kali lipat (95%CI= 1.7-8.8).
Kesimpulan. Hasil kami, jika
dikonfiirmasikan, menunjukkan bahwa usaha kesehatan publik saat ini untuk
meningkatkan asupan buah-buahan dan sauyran yang kaya vitamin C dan antioksidan
lainnya akan menurunkan risiko pre-eklampsia
(EPIDEMIOLOGY
2002;13: 409 –416)
Kata Kunci: vitamin C diet, asam askorbat, nutrisi
ibu, pre-eklampsia.
Pre-eklampsia, yang merupakan kelainan vaskuler selama
kehamilan, adalah penyebab utama morbiditas maternal serta morbiditas dan
mortalitas perinatal. Bukti yang semakin berakumulasi dari penelitian klinis
dan epidemiologis menunjukkan bahwa disfngsi endotel difus, yang disebabkan
stres oksidatif, memiliki peran penting pada patogenesis pre-eklampsia. (1)
Plasma manusia mengandung berbagai antioksidan dengan berat mlekul yang rendah
dan nonenzimatik yang berfungsi untuk melidungi vaskulatur dari kerusakan
oksidatif. (2,3) Asam askorbat, contohnya, dengan mudah mengambil sisa spesies
okisgen dan nitrogen reaktif. Selain itu, asam askorbat dapat menyisakan atau
mendaur ulang glutation dan vitamin E, antioksidan fisiologik yang juga
penting.
Karena karakteristik-karakteristik antioksidan yang
penting ini, para penelitian telah menghipotesiskan bahwa asam askorbat mungkin
mencegah atau meringankan disungsi endotel yang disebabkan stres dan pre-eklampsia.
Sebagian (5-7) namun tidak semua (8-10) dari data tersedia yang terbatas ini
mengusulkan bahwa perempuan dengan pre-eklampsia memiliki konsentrasi asam
askorbat plasma yang lebih rendah, dengan rata-rata, dibandingkan dengan
perempuan hamil normotensif. Selanjutnya, laporan-laporan dari penelitian
klinis berskala kecil (11) mengusulkan bahwa suplementasi antioksidan (1000mg
vitamin C dan 400 IU vitamin E yang dikonsumsi setiap harinya) dimulai pada
kehamilan 20 minggu menghasilkan penurunan stres oksidatif, penurunan aktivasi
endotel, dan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 61% (OR=0.39; 95%CI=
0.16-0,90).
Beberapa penelitian epidemiologik observasional telah
berfokus pada konsumsi vitamin C, buah-buahan, dan sayuran dalam diet ibu.
Beberapa penelitian klinis telah mengukur konsentrasi asam askorbat plasma ibu
dan pada perempuan hampil pre-eklamptik dan normotensif. Walaupun begitu, tidak
ada yang memperkirakan risiko pre-eklampsia berdasarkan berbagai konsentrasi
sementara menyesuaikan faktor-faktor perancu. Dengan menggunakan data pada 450
subyek pertama yang diikutsertakan pada penelitian kohort prospektif yang
sedang berjalan mengenai pre-eklampsia kami mencatat bahwa konsentrasi asam
askorbat plasma prediagnostik maternal ternyata 10% lebih rendah pada perempuan
yang mengalami pre-eklampsia dibandingkan dengan mereka yang tetap normotensif
di sepanjang kehamilan (58.9 ±3.8 dibandingkan dengan 64.8 ± 0.9 µmol/liter,
mean ± standard error [SE[]). (12) Selanjutnya, kami menemukan bahwa perempuan
dengan konsentrasi asam askorbat plasma lebih rendah dari 48.5 µmol/liter pada
usia gestasi 13 minggu mengalami peningkatan risiko 2.1 lipat untuk mengalami
pre-eklampsia (95%CI= 0.7-5.7) dibandingkan perempuan dengan kadar yang lebih
tinggi.
Kesimpulan dari analisis-analisis tersebut terbatas
oleh jumlah perempuan dengan pre-eklampsia yang relatif kecil yang tersedia
untuk penelitian (n=29). Sementara kami terus mengikutsertakan perempuan pada
penelitian kohort prospektif, kami menggunakan data dari penelitian
kasus-kontrol potong lintang untuk meneliti hubungan laporan konsumsi
buah-buahan dan sayuran, konsumsi vitamin C, dan konsentrasi asam askorbat
plasma dengan risiko pre-eklampsia.
Metode
Desain
penelitian dan populasi
Penelitian kasus-kontrol ini dilakukan di Pusat
Kesehatan Swedia dan Rumah sakit Umum Takoma, Washington, sejak April 1998
hingga Februari 2000. Selama periode penelitian ini, kami mengidentfikasi 109
perempuan dengan pre-eklampsia. Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan jika
terdapat hipertensi yang diinduksi kehamilan dan proteinuria, sesuai denga kriteria American
College of Obstetricians and Gyenocologist. (13) hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan diastolik 15 mmHg atau peningkatan tekanan darah sistolik
30 mmmHg di atas nilai tekanan darah di trimester pertama. Jika tekanan darah
trimester pertama tidak diketahui, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah >140/90 mmHg yang persisten (> 6 jam). Proteinuria
didefinisikan sebagai konsentrasi protein urin >30 mg/dL (atau 1+
pada urin dipstik) pada >2 spesimen acak yang diambil dengan jarak >
4 jam. Nulliparitas bukan merupakan kriteria diagnosis. Delapan puluh persen
kasus pre-eklampsia yang layak diikutsertakan.
Perempuan normotensif yang menjalani persalinan di
hari yang sama dengan kehamilan tanpa hipertensi yang diinduksi kehamilan atau
proteinuria. Kami memilih 259 kontrol dengan mengidentifikasi perempuan tanpa
hipertensi dalam kehamilan atau proteinuria selama kehamilan. Rekrutmen pada
kontrol-kontrol yang layak adalah 50%. Seluruh kasus dan kontrol normotensif
sebelum kehamilan ini.
Pengumpulan Data
Selama perawatan paska persalinan seluruh partisipan, kami memberikan
kuesioner wawancara terstruktur untuk mengumpulkan informasi mengenai
karakteristik sosiodemografik, medis, reproduktid, danaya hidup melalui
wawancara perorangan. Seluruh wawancara dilakukan dalam bahasa Inggris. Kami
meninjau rekam medis ibu dan bayi untuk mengumpukan informasi mendetil mengenai
karakteristik antepartum, persalinan, dan kelahiran, serta kondisi bayi. Usia
gestasional didasarkan pada data periode menstruasi terakhir dan
dikonfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi (dilakukan sebelum usia
gestasi 20 minggu pada lebih dari 95% perempuan). Indeks massa tubuh
prakehamilan (IMT), yaitu pengukuran adipositas, dikalkulasikan sebagai berat
badan prakehamilan dalam kilogram dibagi oleh tinggi daam meter kuadrat.
Informasi mendetil mengenai asupan diet habitual selama 12 bulan sebelum
persalinan dari kehamilan ini diberika ole partisipan penelitian yang
menyelesaikan kuesioner frekuensi makanan (Food
frequency questionnaire- FFQ) 121-item, semikoantitatif dan telah
divalidasikan yang digunakan untuk Penelitian Klinis Inisiatif Kesehatan
Perempuan. (14) FFQ ini memasukkan
buah-buahan, sayuran, dan item makanan lainnya. Unit standar untuk ukuran porsi
telah ditentukan secara spesifik, dan partisipan ditanyakan sesering apa dalam
rata-rata mereka mengkonsumsi jumlah tersebut selama 9 bulan masa kehamilan dan
3 bulan perikonsepsi. DImungkinkan terdapat sembilan jawaban, yang memiliki
rentang dari “tidak pernah atau kurang dari sekali sebulan” hingga “dua hingga
tiga kali seminggu”. Untuk minuman, jumlah jawaban diperluas menjadi “6+ kali
sehari”. Asupan vitamin C dikomputasikan dengan mengkalikan frekuensi konsumsi
setiap unit makanan dengan kandungan vitamin C porsi spesifik tersebut. Nilai
konsumsi makanan untuk vitamin C dan utrisi lainnya didapatkan dari database
nutrisi Pusat Pengkodean Nutrisi Universitas Minnesota (Nutrition Coordinating Center, Minneapolis, MN). (15) Sekitar 85%
kasus pre-eklampsia (93 dari 109) dan 90% kontrol (234 dari 259) mengisi FFQ
yang diberikan dengan lengkap.
Sampel darah non puasa diambil pada tube Vacutainer asam
etilendiaminetetraasetik 10-ml selama periode intrapartum. Sampel dilindungi
dari cahaya ultraviolet, disimpan di efek samping basah, dan diproses dalam 30
menit sejak flebotomi. Waktu median antara waktu makan terakhir partisipan dan
flebotomi adalah 2 jam untuk kasus maupun kontrol. Plasma yang dituangkan ke dalam
cryovial disimpan dengan larutan asam metafosforat/dithiotheitol dan dibekukan
pada sushu -700C hingga analisis. Sampel darah didapatkan pada 90%
kasus (98 dai 109) dan 79% kontrol (204 dari 259). Konsentrasi asam askorbat
plasma dianalisis di Analisator Kimia Plus Mira roche Bora( Branchburg N)
dengan menggunkaan prosedur kalorimetrik yang diebutkan Lee dkk.(16) Koefisien
variasi intra dan inter pengukuran untuk
pengukuran yang dilakkukan masing-masing adalah 10%. Seluruh pengukuran
dilakukan tanpa mengetahui keluaran kehamilan.
Analisis Statistik
Kami menelitidistribusi frekuensi karakteristik sosiodemografik serta
riwayat medis dan reproduktif ibu berdasarkan status kasus-kontrol. Kai juga
meneliti distribusi berbagai variabel kontinu (co. aspan vitamin C dalam diet
dan asam askorbat plasma) dan menemukan bahwa hasilnya kira-kira normal; maka
itu, uji Student t-test digunakna
untuk mengevaluasi perbedaan mean yang tidak disesuaikan berdasarkan status
kasus dan kontrol. Analisis ini dilakukan untuk membandingkan hasil kami dengan
banyak laporan (5-10) yang hanya menilai kecenderungan sentral (co. mean atau
median) pada kelompok kasus dan kontrol. Saan membat perbandingan variabel
kategorikal unutk kasus dan kontrol, kami menggunakan uji chi-square atau Fisher’s
exact test jika sesuai. Untuk memperkirakan hubugan relevan antara
pre-eklampsia dan kadar asupan vitamin C ibu atau status asam askorbat plasma,
kami mengkategorisasikan setiap subyek berdasarkan kuartil yang ditentukan oleh
distribusi setiap ukuran ekspos (co. diet atau nilai plasma) pada kelompok
kontrol. Kami menggunakan kuartil teratas sebagai kelompok referensi, dan kami
memperkirakan odds ratio (OR) dan
konfidens interval 95% (95%CI) untuk tiga kuartil terbawah. Variabel dikotom
juga dibuat untuk asupan vitamin C. Untuk variabel ini, kami menggunakan kriteria
asupan diet yang dianjurkan untuk perempuan hamil (85 vs 85 mg per hari)
sebagai kriteria. (17) Untuk memperkirakan risiko pre-eklampsia sehubungan
dengan laporan konsumsi harian biasa ibu untuk buah-buahan dan sauyran,
rekomendasi piramida makanan digunakan pula. (18)
Pada analisis univariat, kami menggunakan uji ekstensi Mantel(19) untuk
menilai komponen linier tren pada risiko antara pre-eklampsia dan asupan
vitamin C atau status asam askorbat
plasma. Pada analisis multivariat, dengan menggunakan prosedur regresi
logistik, kami mengevaluasi tren linier pada risiko dengan menganggap kuartil
empat sebagai variabel kontinu setelah memberikan skor untuk setiap kuartil.
(20) Kmi juga mengeksplorasi kemungkinan adanya hubugan nonlinier antara
konsumsi vitamin C, konsentrasi asam askorbat plasma, dan risiko pre-eklampsia,
dengan menggunakan prosedur modelling regresi logistik aditif. (21)
Untuk menilai perancu, kovariat dimasukkan ke model regresi logistik
satu per satu, lalu odds ratio yang
disesuaikan dan tidak disesuaikan selanjutna dibandingkan. (20) Model regresi
logistik final memauskkan kovariat yang mengubah odds ratio paling tidak sebesar 10% serta kovariat yang menjadi
perhatian a priori (co. usia ibu dan paritas). Kami mempertimbangkan kovariat
berikut sebagai kemungkina perancu pada analisis ini: ras/etnisitas ibu, status
pendidikan, merokok seama kehamilan, status perkawinan, dan IMT prakehamilan.
Konsumsi vitamin C diet disesuaikan untuk asupan energi total dengan
menggunakan prosedur yang telah disebutkan sebelumnya. (22)Variabel kontrinu
ditampilkan sebagai mean ± SE.
Prosedur yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan protokol yang
disetujui oleh Dewan Tinjauan Institusional di Swedish Medical Center dan
Tacoma General Hosital. Seluruh partisipan memberikan persetujuan tertulis.
Hasil
Karakteristik sosiodemografik, medis, dan reproduktif pada kelompok
kasus dan kontrol ditunjukkan pada Tabel 1. Kasus-kasus ini cenderung lebih
mudah, tidak menikah, nullipara, dan lebih gemuk. Lebih dari 98% dari baik
kelompok kasus dan kontrol melaporkan bahwa mereka mengkonsumsi multivitamin
selama kehamilan. Mean asupan vitamin C diet yang dilaporkan dikonsumsi harian
ternyata 13% lebih rendah pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol.
(Tabel 2)> walaupun laporan mengenai konsumsi buah harian serupa pada
kelompok kasus maupun kontrol, kelompok
kasus lebih mungkin melaporkan mengkonsumsi kurang dari tiga sajian sayuran per
hari dibandingkan kelompok kontrol. Mean Konsentrasi asam askorbat plasma ibu
18% lebih rendah di antara kelompok kasus dibandingkan kontrol.
OR yang disesuaikan maupun tidak disesuaikan untuk risiko pre-eklampsia
didasarkan pada asupan vitamin C ibu dan konsentrasi asam askorbat plasma
ditunjukkan pada tabel 3. Setelah menyesuaikan asupan energi total, usia ibu,
paritasm dan IMT prakehamilan, perempuan dengan kuartil distribusi kontrol
terendah untuk asupan vitamin C harian memiliki risiko peningkatan 1.6 kali
lebih besar (OR 1.6; 95% CI 0.7–3.7), dibandingkan dengan mereka dengan kuartil
tertinggi.
Terdapat sebagian usulan mengenai tren risiko pre-eklampsia dengan
kuartil konsumsi vitamin C yang menurun ( tren linier P dua ekor 0.09). Kami
memodelkan risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsumsi vitamin C ibu
sebagai variabel kontinu, dengan menggunakan prosedur regresi logistik yang
didasarkan pada model additif generalisata (GAM). Hasil-hasilnya (Gambar 1) menunjukkan
risiko pre-eklampsia yang menurun sejalan dengan peningkatan konsumsi vitamin
C.
Konsumsi vitamin C ibu juga dikategorisasikan berdasarkan ambang batas
kecukupan diet yang direkomendasikan setelah baru-baru ini direvisi (17). Pada
populasi penelitian ini, 20% kontrol dan 31% kasus mengkonsumsi kurang dari 85
mg vitamin C setiap hari yang direkomendasikan (Tabel 3). Dibandingkan
perempuan yang melaporkan konsentrasi rutin paling tidak 85 mg vit c setiap
harinya, mereka yang tidak memenuhi kriteria RDA megalami peningkatan risiko
2,1 kali lipat untuk mengalami pre-eklampsia (95%CI= 1.1-3.9). Kami juga
menilai pre-eklampsia sehubungan dengan laporan konsumsi buah-buahan dan
sayuran yang dilaporkan ibu. Perempuan yang mengkonsumsi kurng dari lima porsi
buah-buahan dan sayuran setiap hari lebih mungkin 1.8 kali untuk mengalami
pre-eklampsia dibandingka mereka yang mengkonsumsi luma atau lebih porsi
buah-buahan dan sayuran setiap harinya. Pola yang sama terlihat jika
konsentrasi buah-buahan dan sayuran dinilai secara terpisah, walaupun interval
konfidensnya lebih lebar.
Kami mengevaluasi risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsentrasi
asam askorbat plasma. Secara keseluruhan, pola risiko ini serupa dengan yang
dilaporkan untuk asupan vitamin C yang dilaporkan. Setelah menyesuaikan usia
maternal, paritas, dan BMI prakehamilan, perempuan pada kuartil konsentrasi
asam askorbat plasma paling rendah 2.3 kali lebih mungkin untuk mengalami
pre-eklampsia dibandingkan perempuan di kuartil paling tinggi (OR 2.3; 95% CI 1.1–4.6). seperti halnya dengan
aspan vitamin C, terdapat bukti tren risiko pre-eklampsia dengan semakin
menurunnya kuartil konsentrasi asam askorbat plasma (P dua ekor untuk tren
0.005). Untuk semakin mengevaluasi hubungan relatif antara pre-eklampsia dan
status asam askorbat plasma yang sangat rendah, kamimengidentifikasi kasus dan
kontrol dengan konsentrasi asam askorbat plasma yang turun di bawah desil
terendah (35 mol/liter) distribusi kontrol. Untuk analisis ini perempuan dengan
kuartil tertinggi digunakan sebagai kelompok referensi. Dibandingkan perempuan
denga konsentrasi asam askorbat plasma di kuartil atas, perempuan dengan
konsentrasi di desil terbawah mengalami peningkatan risiko pre-eklampsia 38
kali lipat (OR 3.8; 95% CI 1.7–8.8).
Variasi asam askorbat plasma dalam kkuartil paling bawah jauh lebih
besar dibandingka dalam tiga kuartil lainnya, dan maka itu berkontribusi pada
gradien yang bermakna untuk risiko pre-eklampsia. Karena risiko relatif antara
kuartil tertinggu dan 2 kuartil tengah tidak sesuai dengan gradien risiko
pre-eklampsia yang kuat, kami memodelkan asam askorbat plasma sebagai variabel
kontinu, yang hanya membatasi populasi penelitian menjadi 51 kasus
pre-eklampsia dan 51 kontrol dengan konsentrasi di kuartil terbawah. Pada
analisis subkelompok ini, setelah menyesuaikan dengan perancu,peningkatan as
asam askorbat plasma 10 mol/liter (di atas minimal 8.6 mol/liter) dihubungkan
dengan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 70% (adjusted OR 0.3; 95%CI=
0.1-0.7). Hubungan antara risiko pre-eklampsia dan asam askorbat plasma
(berdasarkan GAM) adalah kurvilinier) Gambar 2). Pemeriksaan dari kurva
tersebut menandakan bahwa risiko pre-eklampsia menurun sesuai peningkatan
konsentrasi plasma hingga 60 mol/liter, dengan titik seimbang risiko pada
konsentrasi di atas 60 mol/liter.
Diskusi
Perempuan yang melaporkan asupan vitamin C yang rendah selama 12 bulan
sebelum persalinan atau yang memiliki konsentrasi asam askorbat plasma yang
rendah saat persalinan memiliki peningkatan risiko pre-eklampsia pada
penelitian kasus-kontrol ini. Perempuan yang mengkonsumsi vitamin C kurang dari
85 mg/hari (di bawah AKG untuk perempuan hamil) mengalami peningkatan risiko
pre-eklampsia dua kali lipat, dibandingkan perempuan yang mengkonsumsi lebih banyak
vitamin C. Walaupun konsentrasi buah harian hanya berhubungan lemah dengan
risiko pre-eklampsia, perempuan yang melaporkan konsentrasi kurang dari lima
porsi sesuai dengan angka kecukupan minimal sebanyak lima porsi buah-buahan
plus saturan per hari mengalami
peningkatan risiko pre-eklampsia 1.8 kali lipat. Hubungan antara asupan vitamin
C yang dilaporkan ibu dan risiko pre-eklampsia dikuatkan oleh analisis status
asam askorbat plasma ibu. Pada perempuan-perempuan dengan konsentrasi asam
askorbat plasma terendah, setiap peningkatan 10 mol/liter pada asam askorbat
plasma dihubugkan dengan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 70%. Beberapa
keterbatasan penting wajib dipertimbangkan saat menginterpretasikan hasil-hasil
ini. Kami tidak dapat mengeksklusikan kemungkinan bas seleksi. Pada penelitian
ini, tingkat partisipan kontrol adalah 50% dan tingkat partisipasi 80%.
Perhatian utama lainnya berhubungan dengan kesalahan klasifikasi asupan vitamin
C, buah-buahan, dan sayuran. Karena FFQ diisi di akhir masa kehamilan,
kemungkinan bahwa perbedaan ingatan dan pelaporan asupan diet habitual mungkin
terjadi karena keluaran kehamilan tidak dapat dieksklusi.
Selain itu, kesalahan non diferensial dalam pelaporan diet habitual
mungkin terjadi. Untuk membantu eror offset
pada pengukuran asupan diet, konsentrasi asam askorbat plasma ibu,yang
dianggap sebagai penanda biologis asupan vitamin C juga diukur. (22)
Komparabilitas hasil dari hasil analisis dengan menggunakan berbagai sumber
data dan prosedur pengukuran menawarkan kepastian tertentu bahwa hubungan yang
dilaporkan memang benar adanya.
Pengukuran asam askorbat plasma tunggal mungkin menyediakan pengukuran
status vitamin maternal yang terintegrasi
waktu, dan mungkin banyak perempuan pada penelitian ini telah disalahklasifikasikan
dalam hal asupan vitamin C jangka panjang mereka. Walaupun begitu,
misklasifikasi tidak mungkin dihubungkan dengan status pre-eklampsia; maka itu,
mikslasifikasi nondiferensial mungkin menjadi peremehan mengenai hubungan
apapun antara asam askorbat plasma dan risiko pre-eklampsia. Konsentrasi asam
askorbat leukosit maternal mungkin menyediakan ukuran lebih akurat mengenai
asupan ibu untuk jangka panjang. Walaupun begitu, seperti yang baru-baru ini
diulas oleh Willet, (22) leukosit diketahui menjadi jenuh pada asupan vitamin C harian yang rendah (100 mg),
sehingga membuat asam askorbat plasma atau darah utuh mejadi ukuran vitamin C
yang paling sesuai terlepas dari variabilitas dari orang ke orang.
Karena desain potong lintang penelitian ini, kami tidak dapat menentukan
apakah perbedaan kasus-kontrol yang kami
temukan pada konsentrasi asam askorbat mendahului terjadi perubahan fisiologis
terkait pre-eklampsia seperti peningkatan peroksidasi lipid atau inflamasi
kronik sistmik. Walaupun begitu, konsistensi relatif ari hubungan antara asupan
diet habitual dan status vitamin C menunjukkan bahwa vitamin C yang rendah
mendahului awitan pre-eklampsia Selanjutnya, hasil awal dari penelitian kohort
prospektif kami menunjukkan bahwa konsentrasi asam askorbat plasma ibu sebesar
48.5 mol/liter pada usia gestasi 13 minggu dihubungkan dengan risiko
pre-eklampsia yang dua kali lipat. (12) Jika dihitung bersamaan, pertimbangan
ini memberikan sedikit kepastian bahwa asam askorbat plasma yang rendah
mendahului manifestasi klinis pre-eklampsia. Terlepas dari hal tersebut,
penelitian prospektif dengan pengukuran konsentrasi asam askorbat plasma serial
pada perempuan dengan dan tanpa pre-eklampsia dibutuhkan untuk mengkonfirmasi
dan mengekspansi setelah observasi kami.
Misklasifikasi differensial konsentrasi asam askorbat plasma maternal
memang kurang memungkinkan, karena seluruh analisis laboratorium dilakukan
tanpa mengetahui keluaran kehamilan partisipan. Walaupun kami mengontrol banyak
faktor perancu, tidak dapat disimpulkan dengan pasti bahwa odds ratio yang dilaporka tidak terpegaruhi perancu residual.
Contohnya, tidak semua konstituen nutritif dan non nutritif buah-buahan dan
sayuran telah diperhitungkan Maka itu mungkin dapat diargumentasikan bahwa
vitamin C hanya adalah penanda untuk faktor lainnya yang saat ini belum dapat
diidentifikasi.
Kami menyadari bahwa hanya terdapat satu laporan yang telah
dipublikasikan mengenai konsumsi vitamin C diet sehubungan dengan risiko
pre-eklampsia, dan hasil kami tidak sesuai dengan yang dipresentasikan pada
laporan tersebut. Morris dkk (23) menganalisis data dari 4589 perempuan
nulltipara pada sebuah penelitian klinis randomisasi mengenai suplementasi
kalsium. Konsumsi vitamin C ibu selama kehamilan diukur dengan sebuah pengingatan
diet tunggal selama 24 jam pada saat randomisasi (usia gestasi 13-21 minggu),
dan tidak terdapat hubugan dengan kejadian pre-eklampsia.
Mean konsumsi vitamin C serupa untuk perempuan dengan pre-eklampsia dan perempuan hamil
normotensif (mean ±SE 258±10 dibandingkan 251 ± 3 mg).
Kesimpulan dari penelitian ini sangat terbatas karena ingatan makanan
dari satu hari saja tidak mungkin mewakili pola diet habitual. Karena
variabilits asupan vitamin C antarindividu, penelitian akan perlu mengumpulkan
ingatan berhari-hari untuk menilai asupan dengan lebih tepat. Para penulis
tidak melaporkan perkiraan risiko relatif pada risiko pre-eklampsia sehubungan
dengan berbagai kadar kondumsi vitamin C diet ibu. Kami tidak menyadari laporan
lainnya mengenai risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsumsi buah-buahan
dan sayuran ibu.
Hasil kami mengenai konsentrasi asam askorbat plasma sesuai dengan hasil
dari beberapa penelitian kasus-kontrol potong lintang lainnya. (5-7) Contohnya,
Hubel dkk (5) pada penelitian mereka pada 7 perempuan pre-eklampsia dan 8
kontrol normotensif, melaporkan bahwa konsentrasi asam askorbat plasma
trimester ketiga ibu tenyata setengah dari konsentrasi yang terlihat pada
kelompok kontrol (median [rentang antar-kuartil 11.1 [9.7 -15.4] dibandingkan
dengan 21.7 [16.8 - 30.7] mol/liter). Konsentrasi ini sangat jauh lebih rendah
dibandingkan yang terlihat pada populasi penelitian kami, serta yang dilaporkan
oleh penelitian lain.(7-10) Pada sebuah penelitian kasus-kontrol potong lintang
pada perempuan-perempuan India, Kharb dkk (7) melaporkan bahwa konsentrasi asam
askorbat plasma pada 25 perempuan pre-eklampsia 19% lebih rendah dibandingkan kontrol normotensif
dengan jumlah yang sama (mean±SD 46.0 ± 5.7 compared with 60.2 ±23.2 mol/liter). Walaupun
begitu, hasil kami tidak sesuai engan uan dilaporkan oleh sebagian peneliti
lainnya (8-10) yang tidak melaporkan perbedaan konsnetrasi asam askorbat plasma
pada kelompok kasus dan kontrol. Variasi penanganan sampel darah, teknik
analitis laboratorium, kekuatan statistik yang terbatas, dan perancu yang tidak
terkontrol mungkin berkontribusi pada bervariasinya hasil dari satu penelitian
dengan penelitian lainnya. Tidak ada penelitian sebellumnya yang
mengkuantifikasikan risiko pre-eklampsia sehubungan dengan berbagai konsentrasi
asam askorbat plasma ibu.
Hubungan antara asupan vitamin C ibu , konsentrasi asam askorbat plasma,
dan pre-eklampsia mungkin secara biologis, dan sesuai dengan ditunjukkannya
bahwa konsentrasi buah-buahan dan sayuran menurunkan risiko kelainan kronik
yang terkait dengan stres
oksidatif, seperti penyakit jantung
koroner. (24-26) Perempuan dengan pre-eklampsia lebih mungkin dibandingan perempuan hamil normotensif untuk mengalami gangguan metabolik yang
serupa dengan yang terlihat pada pasien non hamil dengan penyakit jantung
koroner. Contohnya, gangguan metabolik yang secara konsisten terlihat pada
pre-eklampsia adalah hipertrigliseridemia, (27)stres oksidatif, (28) resistensi
insulin, (27) dan inflamasi kronik sistemik. (29.30). Selanjutnya, penelitian
histologis pada arteri dari plasenta yang dilahirkan dari perempuan
pre-eklampsia menunjukkan deposisi fibrin dan komplemen dan keterlibatan sel-sel
busa pada lesi ateromatosa. (31,32)
Walaupun penyebab aktivasi dan disfungsi sel endotel pada pre-eklampsia
saat ini tidak diketahui, peneliti telah mengajukan bahwa hipoksemia plasenta
akibat implantasi trofoblas abnormal menyebabkan munculya produk darah yang
secara langsung dan tidak langsung merusak sel-sel endotel. (33) Spesies
oksigen dan nitrogen reaktif, diketahui merupakan properti sel endotel, telah
mengusulkan bahwa produk dari darah yang mampu mengaktivasikan sel-sel endotel
dan berkontribusi pada banyak perubahan patofisiologis yang berhubungan dengan
pre-eklampsia. (28) Vitamin C, yang merupakan pertahanan paling efektif
terhadap radikal bebas pada sirkulasi perifer, adalah antioksidan pertama yang
dihabiskan selama stres oksidatif. Peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran
yang kaya vitamin C mungkin menurunkan risiko pre-eklampsia dengan menginhibisi
oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL), dengan menekan produksi spsies
oksigen reaktif oleh sel-sel vaskuler, dan dengan membatasi respons seluler
terhadap LDL yang teroksidasi.
Contohnya, ekspresi molekul adhesi, yang memerankan peran utama dalam regulasi
tonus vaskuler, tertekan saat vitamin C meningkat dan sintesis nitrit oksida
endotel diinaktivasi. (34) Peningkatan asupan vitamin C juga dapat memerankan
peran dalam memodulasi fungsi endotel melalui regulasi respons inflamasi
terhadap stres oksidatif.
Mortalitas dan morbiditas maternal akibat kelainan hipertensif
kehamilan, termasuk pre-eklampsia, masih tinggi di seluruh dunia (35) dan
mewakili area pernatologi modern yang bermasalah. Tidak ada strategi manajemen
efektif dibandingkan persalinan elektif, dan tidak ada intervensi terapeutik
yang terbukti efektif dalam mencegah atau memperbaiki penyakit ini. Orang
Amerika rata-rata mengkonsumsi hanya 1.5 porsi sayuran (termasuk kentang dan
salad) dan hanya 0.7 porsi buah-buahan setiap harinya. (36) Pada penelitian yang dilakukan sebagian besar pada
perempuan berpendidikan baik, kulit putih, dan kelas menengah ini, asupan
buah-buahan dan sayuran rata-rata setiap harinya adalah 3.7 untuk kasus
pre-eklampsia dan 4.6 untuk kontrol normotensif; walaupun kadar ini adalah
kadar asupan yang cukup jauh lebih tinggi dibandingkan populais umum,
seperempat subyek kontrol normotensif pada penelitian ini megkonsumsi kurang
dari lima porsi perhari sesuai rekomendasi Departemen Pertanian AS.(18) Jika
hasil-hasil ini dikonformasi pada penelitian prospektif yang lebih besar yang
melibatkan penentuan asupan diet dan vitamin C plasma serial, akan diusulkan
untuk usaha kesehatan publik yang telah ada saat ini perlu meningkatkan asupan
buah-buahan dan sayuran yang kaya vitamin C dan antioksidan lain untuk
menurunkan risiko pre-eklampsia.
Tuesday, 18 December 2012
Trikomoniasis Selama Masa Kehamilan
Treanslated from www.cdc.gov
·
Apakah
trikomoniasis itu?
·
Bagaimana
trikomoniasis mempengaruhi kehamilan saya?
·
Apakah saja
gejalanya?
·
Apakah saya
akan dites skrining trikomoniasis saat kehamilan?
·
Bagaimana
trikomoniasi diterapi selama masa kehamilan?
·
Bagaimana saya
menghindari trikomoniasis?
Trikomoniasis (juga dikenal sebagai “trich”) merupakan infeksi menular
seksual (IMS) yang cukup umum yang disebabkan parasit mikroskopik. Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
memperkirakan bahwa lebih dari 7 juta orang – termausk 124,000 wanita hamil –
terinfeksi parasit ini di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Bagaimana trikomoniasis mempengaruhi
kehamilan saya?
Infeksi trich saat kehamilan berhubungan dengan risiko kelahiran prematur,
ruptur membran prematur (PPROM), dan memiliki bayi dengan berat badan lahir
rendah (bayi dengan berat badan kurang dari 2,5 kg saat lahir) yang lebih
tinggi. Trikomoniasis juga dapat membuat Anda lebih mudah terkena HIV jika Anda
terkespos.
Terdapat kemungkinan bagi bayi Anda untuk terinfeksi dengan parasit trich saat kelahiran, namun hal tersebut
sangat jarang terjadi, dan infeksi tersebut dapat diterapi dengan antibiotik.
Apakah saja gejalanya?
Anda mungkin tidak mengalami gejala apapun. Jika
Anda mengalami gejala, Anda mungkin memiliki duh vagia yang kekuningan atau
kehijauan, seringkali dengan tampilan berbuih dan bau yang tidak enak, serta
vagina dan vulva anda mungkin menjadi merah, teriritas, atau gatal. Anda
mungkin megalami ketidaknyamanan saat buang air kecil atau sata berhubungan
seksual, dan kemungkinan mengeluarkan bercak darah setelah berhubungan seksual.
Anda mungkin mengalami ketidaknyamanan di bagian perut bawah, namun gejala
tersebut kurang umum.
Gejala-gejala dapat muncul tak lama setelah Anda
terinfeksi atau muncul lagi selanjutnya. Sehingga jika Anda baru didiagnosis
dengan trich, tidak selalu berarti
bahwa Anda baru saja tertular.
Jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut, beritahukan kepada dokter Anda
sehingga Anda dapat dites untuk trich
dan penyakit lainnya yang mungkin terjadi. Untuk mengetes trikomoniasis, dokter
Anda akan megambil apusan carian vagina Anda dan memeriksanya di bawah
mikroskop. Dokter Anda juga mungkin mengirimkan sampel ke laboratorium untuk
tes yang lebih sensitif.
Apakah saya akan diskrining untuk trikomoniasis selama masa kehamilan saya?
Kecuali jika Anda mengalami gejala, Anda tidak akan diperiksa apakah Anda
terkena trich. Tidak ada bukti bahwa
mengobati trich menurunkan risiko komplikasi
Anda, dan sebagian penelitian mengusulkan bahwa terapi tersebut bahkan
meningkatkan risiko kelahiran prematur. Karena alasan ini, hanya wanita dengan
gejala yang mengganggu yang akan diterapi untuk trich selama kehamilannya.
Bagaimana
trikomoniasis diterapi selama masa kehamilan?
Jika Anda memiliki gejala mengganggu dan didiagnosis dengan trich, Anda akan diberikan terapi
metronidazole oral, yang umumnya dianggap aman untuk bayi Anda saat kehamilan.
Pasangan Anda wajib diterapi di saat yang sama, terlepas dari apakah dia
menunjukkan gejala atau tidak (sebagian besar pria tidak).
Anda akan perlu berhenti melakukan hubungan seksual hingga Anda dan
pasangan menyelesaikan terapi dan bebas gejala – jika tidak, Anda berisiko
terkena infeksi ulang. Anda berdua akan perlu sementara tidak meminum alkohol
selama terapi dan selama 24 jam setelah dosis terakhir (wanita hamil memang
tidak boleh meminum alkohol).
Berhubungan seksual hanya dengan seorang pasangan
yang hanya berhubungan seksual dengan Anda saja. Jika hal ini bukan kenyataan
yang terjadi pada Anda, penggunaan kondom menurunkan risiko transmisi
trikonomoniasis dan sebagian besar IMS lainnya.
Our New Contact Number
Dear doctors and customers,
I would like to inform that since I move to Bengkulu for my service, I have a new number due to the lack of signal in the area for Indosat Number.
Please contact me for orders at : 087889571861
The old number can still be used but please try this number if my old number, 085711872561, is not available.
Cheers.
Thursday, 23 August 2012
Artikel Jurnal Kedokteran di Halaman Facebook Kami!
Ingin mendapatkan artikel jurnal kedokteran? Silahkan buka facebook kami untuk hasil penerjemahan kami dari jurnal-jurnal kedokteran.
Hubungi kami untuk detail mengenai jasa penerjemahan kami...
Cheers
dr. Rany Octaria, SKed
Hubungi kami untuk detail mengenai jasa penerjemahan kami...
Cheers
dr. Rany Octaria, SKed
Tuesday, 21 August 2012
Efek akupuntur elektrik pada endotelin-1 turunan endotelium dan sintase nitrit oksida endotelial pada tikus dengan hipertensi pulmonal akibat hipoksia berat
Peng
Pan, Xueyong Zhang, Hua Qian, Weidong Shi, Juan Wang, Yolong Bo, dan Wenzhi Li.
Abstrak
Hipertensi
pulmonal (HP) ditandai
dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal (Pulmonary arterial pressure- PAP),
remodeling pembuluh darah pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan, yang disebabkan karena disfungsi endotel. Akupuntur
elektrik telah menunjukkan efek manfaatnya pada homeostasis karidovaskular, tetapi
sedikit bukti yang ada mengenai efek pada pulmonal. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mencari tahu apakah akupuntur
elektrik pada titik kandung kemih-13 dan
-15 dapat memberikan proteksi terhadap hipoksia kronik yang menginduksi terjadinya HP, dengan mengatur
endotelin (ET)-1 turunan endotelium dan sintase nitrit oksida endotelial
(eNOS). Tikus wistar jantan diberikan
paparan hipoksia untuk menginduksi HP. Analisis
hemodinamik menjelaskan bahwa rerata PAP
tikus tersebut sama dalam kondisi normoksik. Hipoksia kronik
meningkatkan rerata PAP menjadi 37±3 mmHg, dan akupuntur elektrik menurunkan
tekanan menjadi 29±3 mmHg. Berat absolut ventrikel kiri diperbaiki oleh
akupuntur elektrik 0,288±0,048 g menjadi
0,228±0,029 g dalam kondisi hipoksik. Indeks hipoksia yang
menginduksi hipertrofi ventrikel kiri menurun
0,477±0,069 menjadi 0,378±0,053 dengan terapi akupuntur elektrik.
Pemeriksaan histologi mengungkapkan bahwa pada tikus yang hipoksia terdapat peningkatan ketebalan serta muskularisai
dinding ateri pulmonal medial. Walaupun
begitu, perubahan yang terjadi karena hipoksia kronik ini menurun dengan diberikannya akupuntur
listrik. Tidak terdapat perbedaan pada eNOS atau ET-1 diantara dua kelompok
yang berada dalam kondisi nomoksik. Terapi akupuntur elektrik secara signifikan
meningkatkan sirkulasi konsentrasi eNOS (365,36±31,51 pg/mL) dibandingkan
dengan hanya paparan terhadap hipoksia (247.60±30.64 pg/mL). Pada homogenasi
paru, tingkat eNOS pada hipoksia meningkat
684.96±117.90 menjadi 869.86±197.61 pg/mg dengan terapi akupuntur
elektrik. Tingkat ET-1 berubah berkebalikan
eNOS sebagai respon akupuntur
elektrik (ET-1 dalam plasma, 29.44±2.09 versus 20.70±2.37 pg/mL; ET-1 dalam
homogenasi paru, 120.51±3.03 versus 110.60±4.04 pg/mg). Dapat disimpulkan,
hasil ini mengindikasikan bahwa terapi dengan akupuntur elektrik dapat
memberikan proteksi terhadap HP yang diinduksi hipoksia melalui pengaturan
keseimbangan vaskonstriktor dan
vasodilator turunan endotelium.
Kata kunci :
hipoksia, hipertensi pulmonal, akupuntur elektrik, sintase nitrit oksida
endotelial, endotelin-1.
Pendahuluan
Hipertensi
pulmonal (HP) merupakan komplikasi fatal
penyakit paru kronik dan gagal jantung. Keadaan tersebut ditandai oleh peningkatan tekanan arteri pulmonal (PAP), remodeling pembuluh darah pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan. Walaupun patogenesisnya belum dimengerti secara penuh, disfungsi
endotel telah dianggap mempunyai peranan penting pada HP yang terjadi pada kondisi
hipoksik. Disfungsi endotel
tidak
hanya menyebabkan konstriksi pembuluh darah pulmonal yang berlebihan, tetapi
juga menyebabkan disorganisasi proliferasi sel otot polos arteri pulmonal dan
ekstensi distal menjadi arteri pulmonal kecil tanpa otot dengan keseimbangan
fisiologi antara vasodilator dan vasokonstriktor yang lebih bergeser menjadi vasokonstriktor.
Semakin banyak bukti yang mendemonstrasikan bahwa memperbaiki disfungsi endotel
dan/atau memulihkan keseimbangan yang terganggu
mediator turunan endotelium mempunyai efek bermanfaat pada HP.
Terapi
akupuntur telah menjadi terapi pelengkap serta
pengobatan alternatif konvensional dalam praktik klinik karena keamanannya serta sedikitnya efek samping terapi tersebut. Beberapa bukti mengungkapkan peran kuratif akupuntur pada homeostasis kardiovaskular,
terutama jika dikombinasikan dengan teknik elektrik modern. Mekanisme yang
mendasari tonus vaskuler yang diatur oleh akupuntur
belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun begitu, efeknya dalam mengurangi aktivasi
sistem saraf simpatis, inhibisi produksi sitokin proinflamasi dan pengaturan
homeostasis endotelium telah diperhitungkan. Pengaturan homeostasis mediator-mediator turunan endotelium dianggap
memiliki peran kunci pada efek terapi.
Pada
penelitian ini, kami akan
menyelediki efek terapi akupuntur elektrik pada HP akibat hipoksia. Selain itu,
untuk mendapatkan pengertian yang lebih mengenai mekanisme yang mendasarinya,
kami menyelidiki apakah efek yang ada berhubungan dengan keseimbangan antara
endotelin (ET)-1 turunan endotelium dan sintase nitrit oksida endotelial
(eNOS).
Materi dan metode
Kelompok eksperimen dan
model binatang
Semua
protokol eksperimen dan perlakuan
terhadap hewan telah sesuai dengan pedoman untuk perlakuan dan penggunaan
binatang Departemen kesehatan Republik
rakyat Cina (dokumentasi nomor 19890503) dan peraturan manajemen binatang
Universitas medis Harbin (Cina). Empat puluh tikus Wistar (220-240 g) diikutsertakan
dalam percobaan dan secara acak dibagi menjadi empat kelompok ( n=10) :
kelompok normoksik (Kelompok N), kelompok normoksik dengan terapi akupuntur
elektrik (kelompok N-EA), kelompok hipoksik (kelompok H) dan kelompok hipoksik
dengan terapi akupuntur elektrik (kelompok H-EA). Tikus-tikus ini kemudian dipaparkan
pada keadaan hipoksia (9-11%) untuk mengembangkan HP secara progresif
berdasarkan kepada metode yang dipublikasikan oleh Zhu et al. Singkatnya,
tikus-tikus tersebut dibesarkan dalam bilik normobarik dan hipoksik (150 cm x
70 cm x 60 cm) selama 21 hari untuk menginduksi HP. Konsentrasi oksigen pada
bilik dipertahankan pada 9-11% dengan mengatur tingkat pemasukan nitrogen dan juga
dilakukan pengukuran harian
(DATEX AS/3, Datex, Finland). Karbon dioksida dihilangkan dengan butiran soda
kapur dan sisa-sisanya dikeluarkan melalui lubang-lubang yang ada pada bilik.
Kelembapan yang berlebih dan amonia dicegah dengan kalsium klorida anhidrosa
dan asam borat. Bilik dibuka selama 1 jam per hari untuk membersihkan
kandang, menambah makanan dan air dan melangsungkan terapi akupuntur elektrik.
Tikus chow dan air tersedia ad libitum.
Terapi akupuntur
elektrik
Stimulasi
akupuntur elektrik disediakan pada dua pasang titik acu, kandung kemih-13
(BL-13) dan kandung kemih-15 (BL-15), sesuai dengan teori medis tradisional
Cina dan kaidah pemilihan titik acu terdekat. BL-13 dan BL-15 berlokasi di
paravertebral, berjarak masing-masing 1
cm horizontal vertebra thorakal tiga dan
lima. Jarum hwato (diameter 0,25 mm; panjang 30 mm; Perusahaan Peralatan Medis
Suzhou, Suzhou, Cina) ditusukkan pada keempat titik acu dengan kedalaman
sekitar 6 mm tegak lurus, dan stimulasi elektrik diberikan melalui jarum dengan
alat terapi akupuntur elektrik (Great wall KWD-808, Hangzhou, China). Gelombang
penghalusan output dipertahankan pada
1 V dengan frekuensi 5 Hz. Tikus-tikus
pada kelompok N-EA dan H-EA menerima terapi akupuntur listrik harian hari ke 10 hingga hari ke 14 serta hari ke 17 hingga hari ke 21 selama periode
30 menit dalam kondisi normoksik. Waktu untuk hipoksia dan terapi diingatkan
oleh kalender elektrik. Ahli akupuntur terdaftar tidak mengatahui (blind) kelompok yang mana yang sedang dilberikan terapi.
Pengukuran hemodinamik
Setelah
21 hari paparan terhadap keadaan hipoksik, tikus-tikus tersebut menerima 60
mg/kg sodium pentobarbital secara intraperitoneal. Setelah trakeostomi
dilakukan, paru diventilasi secara mekanik (NatureGene Corp., Harvard 683,
South Natick, MA, USA) dengan temperatur ruangan pada 60 kali/menit. Tekanan
arteri rerata (Mean Arterial Pressure - MAP)
diukur menggunakan kateter pada arteri femoral kiri dan denyut jantung (Heart Rate-
HR) dikalkulasikan dengan elektrokardiograf. Kateter
yang disambungkan pada transduser tekanan dimasukkan kedalam arteri pulmonar
utama melalui alur aliran ventrikel kanan setelah torakotomi midsternal, dan rerata
PAP secara kontinu dicatat (Powerlab/16SP, perangkat AD, Castle Hill, NSW,
Australia) pada tikus yang teranastesi selama pencatatan 2 menit.
Persiapan jaringan dan analisis hipertrofi ventrikel
kanan
Setelah
dilakukan pengukuran
hemodinamik, sampel darah diambil
ventrikel kiri (Left ventricle- LV)
dan disentrifugasi pada 2000g selama 15 menit. Plasma disimpan pada suhu -80
untuk pengukuran berikutnya. Paru dan jantung
dipanen secara en bloc. Potongan paru
transversal paru kiri ditanam pada
parafin untuk pemeriksaan morfologi, sisanya disimpan pada suhu -80
. Jantung diangkat melalui pembedahan atria, aorta dan batang paru. Ventrikel kanan
(Right
ventricle- RV) dipisahkan LV dan septum ventrikel (S). RV dan LV juga S
ditimbang secara terpisah untuk menentukan berat absolut RV dan rasio RV ke LV
+ S (RV/(LV + S)).
Pengukuran morfologikal
paru
Jaringan
paru yang ditanam di parafin dipotong menjadi 3mm yang diwarnai dengan pewarnaan elastis, serta dengan imunohistokimia menggunakan anti-α-smooth muscle actin.
Hipertrofi pembuluh darah pulmonal dinilai
presentase ketebalan dinding medial (%MT) pembuluh darah pulmonal, yang dinyatakan
dengan hasil
ketebalan dinding medial dibagi oleh diameter pembuluh darah. %MT
dikalkulasikan sebanyak setidaknya 10 arteri pulmonal pada setiap tikus.
Muskularisasi
otot arteri pulmonalis,
yang diestimasikan melalui imunohistokimia dengan anti-α-smooth muscle actin (Abcam, Cambridge, MA, USA), ditentukan
oleh rasio pembuluh darah di setiap kategori ke jumlah nomor yang terhitung.
muskularisasi dibagi menjadi tiga katergori seperti yang dideskripsikan
sebelumnya :tidak termuskularisasi, termuskularisasi
parsial, dan termuskularisasi
sepenuhnya.
Semua
analisis morfologi dilakukan oleh dua pengamat independen yang tidak mengetahui
(blind) desain eksperimen. Perbedaan
pengukuran oleh pengamat dalam sekitar 5 %.
Uji untuk ET-1 dan
level eNOS
eNOS
turunan endotelium dan ET-1 plasma dan
homogenasi paru diukur dengan uji assay
imunoabsorban
yang terikan enzim (ELISA) yang disusun berlapis seperti
yang dideskripsikan
pada kotak penjualannya
(Sistem R&D, Minneapolis, MN, USA).
Immunoblotting
protein
ET-1
Homogenasi paru
disuspensikan dalam buffer lisis
RIPA, termasuk juga campuran inhibitor
protease (Roche, Sussex Barat, UK) dan dilakukan sentrifugasi pada 8000 g
selama 5 menit. Kemudian, supernatan akan dimuat (50 mg) dan dipisahkan pada
12% gel sodium dodesil sulfat-poliakrilamida diikuti oleh protein blotting ke dalam membran poliviniliden
diflorida (Laboratorium Bio-Rad, Hercules, CA, USA). Setelah menghalangi ikatan
non spesifik dengan susu kering tanpa lemak selama empat jam dalam suhu
ruangan, membran-membran tersebut diinkubasi dengan antibodi monoklonal ET-1
tikus (dilusi, 1:300; Bioteknologi Santa Cruz, Heidelberg, Jerman) selama dua
jam pada suhu ruangan, kemudian diinkubasi dengan antibodi anti-tikus sekunder
yang terkonjungasi dengan peroksida horseradish selama satu jam. Protein
kemudian divisualisasikan oleh chemiluminescence. Semua gel diulang
hingga menjadi kuadriplet. Level protein
yang diukur dinormalkan kembali ke level aktin.
Analisis statistik
Nilai-nilai
ditunjukkan sebagai reratas±SD. Analisis statistik data dilakukan dengan
analisis satu arah varians (ANOVA) kemudian diikuti dengan analisis perbedaan
signifikan paling sedikit (Least Significant Difference- LSD)
atau ANOVA dua arah menggunakan kelompok dan terapi sebagai faktor independen.
Nilai P<0,05 dinyatakan signifikan secara statistik.
Hasil
Analisis hemodinamik
paru dan sistemik
Tidak
ada perbedaan pada data hemodinamik sistemik pada kedua kelompok. MAP kelompok
tersebut tidak menunjukkan
perbedaan ( kelompok N, 119±7 mmHg; kelompok
N-EA, 114±8 mmHg; kelompok H, 115±10 mmHg; dan kelompok H-EA, 107±12 mmHg;
p>0,05). Walaupun akupuntur elektrik tidak memberi pengaruh pada HR,
hipoksia kronik meningkatkan HR 392±2
kali/menit hingga 402±2 kali/menit (p<0,05).
Rerata
PAP tikus pada kondisi hipoksik adalah
37±3 mmHg, hampir dua kali lebih tinggi pada tikus yang berada dalam kondisi normoksis
(kelompok N, 16±2 mmHg; kelompok N-EA, 17±3 mmHg, p<0,05). Kontrasnya,
terapi akupuntur elektrik menghasilkan penurunan pada rerata PAP kelompok H-EA (29±3 mmHg, p<0,05).
Analisis hipertrofi ventrikel
kanan
Tidak
ada perbedaan signifikan pada berat absolut RV dan RV/(LV+S) tikus dalam kondisi normoksik (berat absolut
RV: kelompok N, 0,181±0,033 g vs kelompok N-EA, 0,152±0,023 g; RV/(LV+S):
kelompok N, 0,259±0,044 vs kelompok N-EA, 0,231±0,045; p>0,05). Hipoksia
menghasilkan berat absolut RV yang lebih besar dan RV/(LV+S) pada normoksia,
dan akupuntur elektrik menipiskan perbedaan tersebut yang terjadi karena
induksi paparan hipoksia (berat absolut RV: 0,288±0,048 g vs 0,228±0,029 g;
RV(LV+S) : 0,477±0,069 vs 0,378±0,053; p<0,05).
Analisis morfometrik
Distribusi
arteri yang termuskularisasi secara dramatis meningkat dalam paparan hipoksik.
Presentase arteri yang termuskularisasi
secara signifikan meningkat pada kelompok H pada pada kelompok H-EA
(p<0,05). Seperti yang ditunjukkan oleh bagan 2D, dinding medial pembuluh darah pulmonal juga menebal karena
hipoksia kronik. Walaupun begitu, ketebalan dinding medial lebih rendah pada
kelompok H-EA pada kelompok H (p<0,05).
Level eNOS plasma dan
homogenasi paru
Bagan
3 menunjukkan level eNOS pada sirkulasi dan pada homogenasi paru. Tidak ada perbedaan signifikan yang
didapatkan diantara keempat kelompok pada kadar dasar level plasma eNOS atau
homogenasi paru (p>0,05). Setelah 21 hari paparan pada keadaan hipoksik, level-level
ini menurun dua kali lebih rendah pada dibawah kondisi normoksis (p<0,05).
Tetapi, akupuntur elektrik mengurangi level penurunan pada kelompok H.
Ekspresi protein ET-1
dan levelnya dalam plasma dan homogenasi paru
Ekspresi
ET-1 pulmonal sejajar antara kelompok N dan kelompok N-EA. Ekspresinya
ditingkatkan oleh paparan hipoksik, dan hal ini diperbaiki dengan terapi
akupuntur elektrik. Konsentrasi ET-1 yang berada dalam sirkulasi sangatlah
rendah dalam level basal tetapi meningkat selama paparan hipoksia kronik.
Setelah terapi akupuntur elektrik berulang, konsentrasi yang lebih rendah ET-1 ditemukan pada kelompok H-EA
dibandingkan dengan kelompok H (H, 29,44±2,09 pg/mL vs H-EA, 20,70±2,37 pg/mL,
p<0,05).
Konsentrasi
ET-1 dalam homogenasi paru adalah 103,80±3,06 pg/mg pada kelompok N dan
102,68±6,42 pg/mg pada kelompok N-EA, tanpa adanya perbedaan statistik
(p>0,05). Hipoksia kronik meningkatkan level ET-1 (120,51±3,03 pg/mg),
tetapi efek hipoksia dikurangi oleh
akupuntur elektrik 110,60±4,04 pg/mg.
Diskusi
Temuan
utama penelitian ini adalah akupuntur
elektrik menurunkan konsekuensi tertentu yang
disebabkan oleh HP, termasuk meningkatnya PAP, remodeling pembuluh darah pulmonalis dan hipertrofi ventrikel
kanan. Selain itu, data persiapan menyarankan bahwa akupuntur alektrik dapat
mendesak efek manfaatnya dengan mengatur keseimbangan eNOS turunan endotelium dan ET-1.
Telah
diketahui bahwa peningkatan PAP, remodeling
pembuluh darah pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan merupakan
karakteristik HP. Pada penelitian kami, rerata
PAP tikus yang dipaparkan pada keadaan
hipoksia hampir dua kali lipat dibandingkan dengan paparan pada keadaan
normoksik. Indeks hipertrofi ventrikel kanan, yang menggambarkan rasio RV ke LV ditambah septum, juga meningkat signifikan. Hal yang sama juga
pada muskularisasi arteri pulmonal, juga dengan persentase ketebalan dinding medial, yang merupakan indikasi remodeling
pembuluh darah pulmnoal. Karakteristik yang diketahui HP terinduksi oleh hipoksia kronik semuanya
dipelajari pada penelitian ini. oleh karena itu, model yang digunakan pada
penelitian kami cocok untuk mengevaluasi efek
akupuntur elektrik pada HP terinduksi hipoksia.
Akupuntur
elektrik merupakan salah satu teknik
akupuntur dalam praktik medis tradisional Cina. Metode ini memiliki efek
bermanfaat dalam menangani
berbagai macam penyakit, seperti adiksi, manajemen nyeri dan penyakit
kardiovaskular. Walaupun begitu, penelitian sebelumnya hanya berfokus pada
efek akupuntur elektrik pada homeostasis
kardiovaskular atau hipertensi sistemik. Hanya terdapat sedikit penelitian pada
efeknya pada paru, dan sejauh pengetahuan kami,
tidak ada penelitian yang berfokus pada HP.
Kumpulan bukti menunjukkan
bahwa nitrit oksida (NO) merupakan salah satu molekul sinyal yang penting dalam
sistem meridian, terutama pada akupuntur elektrik. Penelitian-penelitian
terbaru juga mengindikasikan bahwa ET-1 mungkin terlibat dalam mekanisme yang
mendasari akupuntur elektrik. Pada saat
yang bersamaan, terdapat keseimbangan antara vasodilator turunan endotelium dan
vasokonstriktor; hal ini menunjukkan, NO dilawan oleh ET-1 turunan endotelium
dalam sistem pembuluh darah vaskular. Oleh karena itu, kedua mediator diukur
secara bersamaaan dalam penelitian kami. Teori meridian, yang merupakan bagian
penting sistem terapi medis tradisonal
Cina, menuntun diagnosis dan terapi dalam
sisi medis tradisional Cina dalam berbagai hal, terutama yang berhubungan
dengan akupuntur. Berdasarkan teori medis tradisional Cina, bersama dengan
prinsip memilih titik acu terdekat, BL-13 dan BL-15 dipilih pada penelitian
kami. NO yang diturunkan endotelium
merupakan vasodilator poten dan inhibitor
proliferasi sel otot polos pembuluh darah, yang penting untuk menjaga
homeostasis tonus pembuluh darah paru. Demikian halnya, peneliti mengungkapkan
bahwa kadar eNOS menurun pada jaringan paru dengan HP. Tikus dengan defisiensi
eNOS menunjukkan bentuk HP yang
ringan. Oleh karena itu, menurunnya produksi eNOs turunan NO menyebabkan HP dan
mempercepat progresi patofisiologinya. Penelitian ini mendukung hasil kami
bahwa kadar basal eNOS menurun pada tikus yang terekspos oleh keadaan hipoksia.
Temuan kami mengindikasikan bahwa
akupuntur elektrik mengatur penurunan kadar
eNOS. Stimulasi akupuntur dapat menurunkan aktivasi sistem saraf
simpatis melalui sistem kolinergis. Huang et al. melaporkan bahwa akupuntur
elektrik dapat memodulasi sistem NOS pada sistem saraf pusat pada keadaan
hipertensi yang terinduksi stress. Pada hipertensi secara spontan pada
tikus, Kim et al. juga menemukan hasil
yang sama. Penjaruman titik akupuntur
juga dapat mempengaruhi aferen otot,
yang mempunyai efek stimulasi pada pelepasan NO lokal. Data kami sesuai dengan temuan diatas
bahwa akupuntur elektrik
melemahkan penurunan kadar eNOS. Walaupun begitu, kami tidak mengevaluasi yang
mana yang lebih terpengaruh antara efek sentral atau aksi perifer yang ditimbulkan stimulasi
elektrik. Kami juga tidak mengevaluasi waktu lamanya terjadi kolerasi antara
kadar eNOS, perkembangan HP dan akupuntur elektrik. Tetapi, hasil kami dengan jelas
mendemonstrasikan bahwa akupuntur elektrik pada BL-13 dan BL-15 berfungsi
sebagai pengatur penurunan kadar eNOS dan memproteksi terhadap HP yang
diinduksi keadaan hipoksia.
ET-1, yaitu senyawa yang memiliki aktivitas
vasokonstriktor poten dan efek mitogenik,
secara luas didistribusikan pada endotelium paru. Telah banyak bukti telah
mengungkapan ekspresi
ET-1
yang tinggi dan pelepasan dan
disfungsi endotel karena hipoksia. Pada penelitian ini, kadar ET-1 yang bersirkulasi dalam kondisi hipoksia
meningkat signifikan dibandingkan
dalam keadaan normoksik, yang cocok dengan laporan
sebelumnya. ketika peningkatan ET-1 terbatasi selama hipoksia kronik, seperti
yang diobservasi dengan terapi akupuntur elektrik pada penelitian ini,
peningkatan rerata PAP, remodeling
pembuluh darah pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan semuanya secara
signifikan diperbaiki.
Observasi
ini mendukung peranan penting ET-1 dalam perkembangan HP, dan bersama-sama dengan bukti
sebelumnya, peneliti mengusulkan bahwa kelebihan akupuntur untuk mengatur tonus vaskular berhubungan dengan ET-1. Paru
juga merupakan situs utama untuk produksi ET-1, sehingga kita dapat juga
mengukur kadar ET-1 dalam homogenasi paru. Dibandingkan dengan tikus yang tidak
diterapi dalam kondisi hipoksik, kadarnya berkurang pada tikus yang diterapi
dengan akupuntur elektrik. Hipoksia kronik menstimulasi produksi ET-1 berlebih
dan peningkatan ET-1 yang persisten
berkontribusi pada remodeling
pembuluh darah paru. Dalam analisis morfologi, penelitian kami mendemonstrasikan
bahwa peningkatan ketebalan dinding medial dan muskularisasi pembuluh darah
dikurangi oleh akupuntur elektrik, keadaan ini
juga didukung secara kuantitas. Perubahan morfologis juga diikuti oleh imunoblotting protein ET-1. Observasi
ini mengusulkan bahwa penurunan regulasi meningkatkan kontribusi ET-1 untuk
peningkatan HP yang terinduksi hipoksia melalui akupuntur elektrik.
Akupuntur
telah digunakan untuk terapi di Cina selama puluhan tahun, dan diklaim
kegunaannya dalam pengobatan komplemeter karena keamanannya dan penerimaannya
yang luas. Efektivitas akupuntur dan akupuntur elektik pada tonus pembuluh
darah sudah diteliti pada hewan percobaan, begitu pula pada praktik klinik.
Pada penelitian ini, perlu dicatat bahwa
akupuntur elektrik menurunkan tekanan arteri pulmonal pada keadaan hipertensi
pulmonal disebabkan hipoksia kronik pada tikus tetapi tidak mempengaruhi MAP
pada tikus dalam keadaan normoksik.
Keterbatasan penelitian observasional kami adalah kami mengukur
keseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator untuk meneliti mekanisme
akupuntur elektrik tanpa memperhitungkan jalur proliferatif/apotosis. Kadar
ET-1 dan eNOS mungkin tidak dapat sepenuhnya menjelaskan mekanisme yang
mendasari. Walaupun begitu,
hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa akupuntur elektrik merupakan metode
alternatif yang menarik dalam meregulasi homeostasis mediator turunan
endotelium.
Sebagai
kesimpulannya, penelitian ini mengungkapkan bahwa terapi akupuntur elektrik
dapat menjadi alat proteksi terhadap HP terinduksi hipoksia. Akupuntur elektrik
juga menurunkan bermacam-macam konsekuensi yang diketahui pada HP di tikus
dewasa yang mengalami hipoksia
kronik, termasuk peningkatan rerata PAP, hipertrofi ventrikel kanan dan remodeling pembuluh darah pulmonal. Kami
juga menemukan bahwa jika dibandingkan dengan tikus yang berada dalam kondisi
hipoksia, akupuntur elektrik memperkuat penurunan kadar eNOS dan secara bersamaan melemahkan peningkatan kadar ET-1.
Hasil kami mungkin memberikan pengertian yang lebih baik mengenai teori
meridian dan metode alternatif atau komplementer ketika berdiskusi mengenai
strategi terapi pada HP karena hipoksia kronik.
Penelitian tambahan juga disarankan untuk meneliti apakah akupuntur
elektrik dapat menurunkan keparahan dan/atau membalikkan progresi penyakit
ketika HP ditetapkan, yang mana merupakan relevansi klinis utama akan paradigma
terapi baru.
Kontribusi penulis : PP
dan XZ (co-penulis utama), HQ, WS, JW, YB, dan WL (penulis lainnya) menyusun
dan mendesain penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, melakukan
analisis statistik, mengatur keuangan dan mensupervisi, menyusun naksah dan
membuat revisi kritis naskah untuk
kepentingan intelektual. Semua penulis telah membaca dan menyetujui pengajuan
naskah kepadan badan Eksperimen Biologi dan Medik. PP dan XZ berkontribusi yang
sama dalam pekerjaan ini.
Bantuan keuangan : keuangan
dibantu oleh Major Basic Research Project of the Second Affiliated Hospital of
Harbin Medical University, Harbin, China (ZD2008-02) dan Departemen ilmu &
teknologi Heilongjiang, Heilongjiang,
China.
Konflik kepentingan
: tidak
ada konflik kepentingan pada penelitian ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)