Vitamin C dan Risiko Pre-eklampsia – Hasil dari Kuesioner Diet dan
Pengukuran Plasma
Cuilin Zhang,1 Michelle A. Williams,1,2 Irena
B. King,3
Edward E. Dashow,4,6 Tanya K. Sorensen,2,6 Ihunnaya
O. Frederick,2
Mary Lou Thompson,5 and David A. Luthy2,6
(contact dr. Rany 087889571861 or ranyoctaria@gmail.com for further translation infos)
Latar
Belakang. Stres oksidatif memiliki peran
penting pada patofisiologi pre-eklampsia.
Metode. Pada sebuah
penelitian kasus-kontrol berisi 109 perempuan dengan pre-eklampsia dan 259
kontrol, dilakukan penilaian mengenai diet ibu dan vitamin C plasma sehubungan
dengan pre-eklampsia. Asupan diet selama periode perikonsepsi dan kehamilan
dipastikan menggunakan kuesioner frekuensi makanan semikuantitatif. Prosdur
regresi logistik digunakan untuk mendapatkan odds ratio (OR) dan interval konfidens 95% (CI). Asam askorbat
plasma ditentukan menggunakan prosedur enzimatik otomatis.
Hasil. Setelah menyesuaikan
dengan usia ibu, paritas, indeks massa tubuh prakehamilan, dan asupan energi,
perempuan yang mengkonsumsi vitamin C harian <85mg (di angka kecukupan gizi
yang direkomendasikan), dibandingkan yang lain, mengalami risiko preeklampsia
yang dua kali lipat (OR =2.1; 95% CI=1.1-3.9). OR untuk kuartil esktrem asam
askorbat plasma (<42.5 vs >63.3 µmol/liter) adalah 2.3 (95%CI =1.1
-4.6). Dibandingkan dengan perempuan di kuartil tertinggi, mereka dengan asam
askorbat plasma <34.6 µmol/liter (desil terendah) mengalami peningkatan
risiko pre-eklampsia 3.8 kali lipat (95%CI= 1.7-8.8).
Kesimpulan. Hasil kami, jika
dikonfiirmasikan, menunjukkan bahwa usaha kesehatan publik saat ini untuk
meningkatkan asupan buah-buahan dan sauyran yang kaya vitamin C dan antioksidan
lainnya akan menurunkan risiko pre-eklampsia
(EPIDEMIOLOGY
2002;13: 409 –416)
Kata Kunci: vitamin C diet, asam askorbat, nutrisi
ibu, pre-eklampsia.
Pre-eklampsia, yang merupakan kelainan vaskuler selama
kehamilan, adalah penyebab utama morbiditas maternal serta morbiditas dan
mortalitas perinatal. Bukti yang semakin berakumulasi dari penelitian klinis
dan epidemiologis menunjukkan bahwa disfngsi endotel difus, yang disebabkan
stres oksidatif, memiliki peran penting pada patogenesis pre-eklampsia. (1)
Plasma manusia mengandung berbagai antioksidan dengan berat mlekul yang rendah
dan nonenzimatik yang berfungsi untuk melidungi vaskulatur dari kerusakan
oksidatif. (2,3) Asam askorbat, contohnya, dengan mudah mengambil sisa spesies
okisgen dan nitrogen reaktif. Selain itu, asam askorbat dapat menyisakan atau
mendaur ulang glutation dan vitamin E, antioksidan fisiologik yang juga
penting.
Karena karakteristik-karakteristik antioksidan yang
penting ini, para penelitian telah menghipotesiskan bahwa asam askorbat mungkin
mencegah atau meringankan disungsi endotel yang disebabkan stres dan pre-eklampsia.
Sebagian (5-7) namun tidak semua (8-10) dari data tersedia yang terbatas ini
mengusulkan bahwa perempuan dengan pre-eklampsia memiliki konsentrasi asam
askorbat plasma yang lebih rendah, dengan rata-rata, dibandingkan dengan
perempuan hamil normotensif. Selanjutnya, laporan-laporan dari penelitian
klinis berskala kecil (11) mengusulkan bahwa suplementasi antioksidan (1000mg
vitamin C dan 400 IU vitamin E yang dikonsumsi setiap harinya) dimulai pada
kehamilan 20 minggu menghasilkan penurunan stres oksidatif, penurunan aktivasi
endotel, dan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 61% (OR=0.39; 95%CI=
0.16-0,90).
Beberapa penelitian epidemiologik observasional telah
berfokus pada konsumsi vitamin C, buah-buahan, dan sayuran dalam diet ibu.
Beberapa penelitian klinis telah mengukur konsentrasi asam askorbat plasma ibu
dan pada perempuan hampil pre-eklamptik dan normotensif. Walaupun begitu, tidak
ada yang memperkirakan risiko pre-eklampsia berdasarkan berbagai konsentrasi
sementara menyesuaikan faktor-faktor perancu. Dengan menggunakan data pada 450
subyek pertama yang diikutsertakan pada penelitian kohort prospektif yang
sedang berjalan mengenai pre-eklampsia kami mencatat bahwa konsentrasi asam
askorbat plasma prediagnostik maternal ternyata 10% lebih rendah pada perempuan
yang mengalami pre-eklampsia dibandingkan dengan mereka yang tetap normotensif
di sepanjang kehamilan (58.9 ±3.8 dibandingkan dengan 64.8 ± 0.9 µmol/liter,
mean ± standard error [SE[]). (12) Selanjutnya, kami menemukan bahwa perempuan
dengan konsentrasi asam askorbat plasma lebih rendah dari 48.5 µmol/liter pada
usia gestasi 13 minggu mengalami peningkatan risiko 2.1 lipat untuk mengalami
pre-eklampsia (95%CI= 0.7-5.7) dibandingkan perempuan dengan kadar yang lebih
tinggi.
Kesimpulan dari analisis-analisis tersebut terbatas
oleh jumlah perempuan dengan pre-eklampsia yang relatif kecil yang tersedia
untuk penelitian (n=29). Sementara kami terus mengikutsertakan perempuan pada
penelitian kohort prospektif, kami menggunakan data dari penelitian
kasus-kontrol potong lintang untuk meneliti hubungan laporan konsumsi
buah-buahan dan sayuran, konsumsi vitamin C, dan konsentrasi asam askorbat
plasma dengan risiko pre-eklampsia.
Metode
Desain
penelitian dan populasi
Penelitian kasus-kontrol ini dilakukan di Pusat
Kesehatan Swedia dan Rumah sakit Umum Takoma, Washington, sejak April 1998
hingga Februari 2000. Selama periode penelitian ini, kami mengidentfikasi 109
perempuan dengan pre-eklampsia. Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan jika
terdapat hipertensi yang diinduksi kehamilan dan proteinuria, sesuai denga kriteria American
College of Obstetricians and Gyenocologist. (13) hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan diastolik 15 mmHg atau peningkatan tekanan darah sistolik
30 mmmHg di atas nilai tekanan darah di trimester pertama. Jika tekanan darah
trimester pertama tidak diketahui, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah >140/90 mmHg yang persisten (> 6 jam). Proteinuria
didefinisikan sebagai konsentrasi protein urin >30 mg/dL (atau 1+
pada urin dipstik) pada >2 spesimen acak yang diambil dengan jarak >
4 jam. Nulliparitas bukan merupakan kriteria diagnosis. Delapan puluh persen
kasus pre-eklampsia yang layak diikutsertakan.
Perempuan normotensif yang menjalani persalinan di
hari yang sama dengan kehamilan tanpa hipertensi yang diinduksi kehamilan atau
proteinuria. Kami memilih 259 kontrol dengan mengidentifikasi perempuan tanpa
hipertensi dalam kehamilan atau proteinuria selama kehamilan. Rekrutmen pada
kontrol-kontrol yang layak adalah 50%. Seluruh kasus dan kontrol normotensif
sebelum kehamilan ini.
Pengumpulan Data
Selama perawatan paska persalinan seluruh partisipan, kami memberikan
kuesioner wawancara terstruktur untuk mengumpulkan informasi mengenai
karakteristik sosiodemografik, medis, reproduktid, danaya hidup melalui
wawancara perorangan. Seluruh wawancara dilakukan dalam bahasa Inggris. Kami
meninjau rekam medis ibu dan bayi untuk mengumpukan informasi mendetil mengenai
karakteristik antepartum, persalinan, dan kelahiran, serta kondisi bayi. Usia
gestasional didasarkan pada data periode menstruasi terakhir dan
dikonfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi (dilakukan sebelum usia
gestasi 20 minggu pada lebih dari 95% perempuan). Indeks massa tubuh
prakehamilan (IMT), yaitu pengukuran adipositas, dikalkulasikan sebagai berat
badan prakehamilan dalam kilogram dibagi oleh tinggi daam meter kuadrat.
Informasi mendetil mengenai asupan diet habitual selama 12 bulan sebelum
persalinan dari kehamilan ini diberika ole partisipan penelitian yang
menyelesaikan kuesioner frekuensi makanan (Food
frequency questionnaire- FFQ) 121-item, semikoantitatif dan telah
divalidasikan yang digunakan untuk Penelitian Klinis Inisiatif Kesehatan
Perempuan. (14) FFQ ini memasukkan
buah-buahan, sayuran, dan item makanan lainnya. Unit standar untuk ukuran porsi
telah ditentukan secara spesifik, dan partisipan ditanyakan sesering apa dalam
rata-rata mereka mengkonsumsi jumlah tersebut selama 9 bulan masa kehamilan dan
3 bulan perikonsepsi. DImungkinkan terdapat sembilan jawaban, yang memiliki
rentang dari “tidak pernah atau kurang dari sekali sebulan” hingga “dua hingga
tiga kali seminggu”. Untuk minuman, jumlah jawaban diperluas menjadi “6+ kali
sehari”. Asupan vitamin C dikomputasikan dengan mengkalikan frekuensi konsumsi
setiap unit makanan dengan kandungan vitamin C porsi spesifik tersebut. Nilai
konsumsi makanan untuk vitamin C dan utrisi lainnya didapatkan dari database
nutrisi Pusat Pengkodean Nutrisi Universitas Minnesota (Nutrition Coordinating Center, Minneapolis, MN). (15) Sekitar 85%
kasus pre-eklampsia (93 dari 109) dan 90% kontrol (234 dari 259) mengisi FFQ
yang diberikan dengan lengkap.
Sampel darah non puasa diambil pada tube Vacutainer asam
etilendiaminetetraasetik 10-ml selama periode intrapartum. Sampel dilindungi
dari cahaya ultraviolet, disimpan di efek samping basah, dan diproses dalam 30
menit sejak flebotomi. Waktu median antara waktu makan terakhir partisipan dan
flebotomi adalah 2 jam untuk kasus maupun kontrol. Plasma yang dituangkan ke dalam
cryovial disimpan dengan larutan asam metafosforat/dithiotheitol dan dibekukan
pada sushu -700C hingga analisis. Sampel darah didapatkan pada 90%
kasus (98 dai 109) dan 79% kontrol (204 dari 259). Konsentrasi asam askorbat
plasma dianalisis di Analisator Kimia Plus Mira roche Bora( Branchburg N)
dengan menggunkaan prosedur kalorimetrik yang diebutkan Lee dkk.(16) Koefisien
variasi intra dan inter pengukuran untuk
pengukuran yang dilakkukan masing-masing adalah 10%. Seluruh pengukuran
dilakukan tanpa mengetahui keluaran kehamilan.
Analisis Statistik
Kami menelitidistribusi frekuensi karakteristik sosiodemografik serta
riwayat medis dan reproduktif ibu berdasarkan status kasus-kontrol. Kai juga
meneliti distribusi berbagai variabel kontinu (co. aspan vitamin C dalam diet
dan asam askorbat plasma) dan menemukan bahwa hasilnya kira-kira normal; maka
itu, uji Student t-test digunakna
untuk mengevaluasi perbedaan mean yang tidak disesuaikan berdasarkan status
kasus dan kontrol. Analisis ini dilakukan untuk membandingkan hasil kami dengan
banyak laporan (5-10) yang hanya menilai kecenderungan sentral (co. mean atau
median) pada kelompok kasus dan kontrol. Saan membat perbandingan variabel
kategorikal unutk kasus dan kontrol, kami menggunakan uji chi-square atau Fisher’s
exact test jika sesuai. Untuk memperkirakan hubugan relevan antara
pre-eklampsia dan kadar asupan vitamin C ibu atau status asam askorbat plasma,
kami mengkategorisasikan setiap subyek berdasarkan kuartil yang ditentukan oleh
distribusi setiap ukuran ekspos (co. diet atau nilai plasma) pada kelompok
kontrol. Kami menggunakan kuartil teratas sebagai kelompok referensi, dan kami
memperkirakan odds ratio (OR) dan
konfidens interval 95% (95%CI) untuk tiga kuartil terbawah. Variabel dikotom
juga dibuat untuk asupan vitamin C. Untuk variabel ini, kami menggunakan kriteria
asupan diet yang dianjurkan untuk perempuan hamil (85 vs 85 mg per hari)
sebagai kriteria. (17) Untuk memperkirakan risiko pre-eklampsia sehubungan
dengan laporan konsumsi harian biasa ibu untuk buah-buahan dan sauyran,
rekomendasi piramida makanan digunakan pula. (18)
Pada analisis univariat, kami menggunakan uji ekstensi Mantel(19) untuk
menilai komponen linier tren pada risiko antara pre-eklampsia dan asupan
vitamin C atau status asam askorbat
plasma. Pada analisis multivariat, dengan menggunakan prosedur regresi
logistik, kami mengevaluasi tren linier pada risiko dengan menganggap kuartil
empat sebagai variabel kontinu setelah memberikan skor untuk setiap kuartil.
(20) Kmi juga mengeksplorasi kemungkinan adanya hubugan nonlinier antara
konsumsi vitamin C, konsentrasi asam askorbat plasma, dan risiko pre-eklampsia,
dengan menggunakan prosedur modelling regresi logistik aditif. (21)
Untuk menilai perancu, kovariat dimasukkan ke model regresi logistik
satu per satu, lalu odds ratio yang
disesuaikan dan tidak disesuaikan selanjutna dibandingkan. (20) Model regresi
logistik final memauskkan kovariat yang mengubah odds ratio paling tidak sebesar 10% serta kovariat yang menjadi
perhatian a priori (co. usia ibu dan paritas). Kami mempertimbangkan kovariat
berikut sebagai kemungkina perancu pada analisis ini: ras/etnisitas ibu, status
pendidikan, merokok seama kehamilan, status perkawinan, dan IMT prakehamilan.
Konsumsi vitamin C diet disesuaikan untuk asupan energi total dengan
menggunakan prosedur yang telah disebutkan sebelumnya. (22)Variabel kontrinu
ditampilkan sebagai mean ± SE.
Prosedur yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan protokol yang
disetujui oleh Dewan Tinjauan Institusional di Swedish Medical Center dan
Tacoma General Hosital. Seluruh partisipan memberikan persetujuan tertulis.
Hasil
Karakteristik sosiodemografik, medis, dan reproduktif pada kelompok
kasus dan kontrol ditunjukkan pada Tabel 1. Kasus-kasus ini cenderung lebih
mudah, tidak menikah, nullipara, dan lebih gemuk. Lebih dari 98% dari baik
kelompok kasus dan kontrol melaporkan bahwa mereka mengkonsumsi multivitamin
selama kehamilan. Mean asupan vitamin C diet yang dilaporkan dikonsumsi harian
ternyata 13% lebih rendah pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol.
(Tabel 2)> walaupun laporan mengenai konsumsi buah harian serupa pada
kelompok kasus maupun kontrol, kelompok
kasus lebih mungkin melaporkan mengkonsumsi kurang dari tiga sajian sayuran per
hari dibandingkan kelompok kontrol. Mean Konsentrasi asam askorbat plasma ibu
18% lebih rendah di antara kelompok kasus dibandingkan kontrol.
OR yang disesuaikan maupun tidak disesuaikan untuk risiko pre-eklampsia
didasarkan pada asupan vitamin C ibu dan konsentrasi asam askorbat plasma
ditunjukkan pada tabel 3. Setelah menyesuaikan asupan energi total, usia ibu,
paritasm dan IMT prakehamilan, perempuan dengan kuartil distribusi kontrol
terendah untuk asupan vitamin C harian memiliki risiko peningkatan 1.6 kali
lebih besar (OR 1.6; 95% CI 0.7–3.7), dibandingkan dengan mereka dengan kuartil
tertinggi.
Terdapat sebagian usulan mengenai tren risiko pre-eklampsia dengan
kuartil konsumsi vitamin C yang menurun ( tren linier P dua ekor 0.09). Kami
memodelkan risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsumsi vitamin C ibu
sebagai variabel kontinu, dengan menggunakan prosedur regresi logistik yang
didasarkan pada model additif generalisata (GAM). Hasil-hasilnya (Gambar 1) menunjukkan
risiko pre-eklampsia yang menurun sejalan dengan peningkatan konsumsi vitamin
C.
Konsumsi vitamin C ibu juga dikategorisasikan berdasarkan ambang batas
kecukupan diet yang direkomendasikan setelah baru-baru ini direvisi (17). Pada
populasi penelitian ini, 20% kontrol dan 31% kasus mengkonsumsi kurang dari 85
mg vitamin C setiap hari yang direkomendasikan (Tabel 3). Dibandingkan
perempuan yang melaporkan konsentrasi rutin paling tidak 85 mg vit c setiap
harinya, mereka yang tidak memenuhi kriteria RDA megalami peningkatan risiko
2,1 kali lipat untuk mengalami pre-eklampsia (95%CI= 1.1-3.9). Kami juga
menilai pre-eklampsia sehubungan dengan laporan konsumsi buah-buahan dan
sayuran yang dilaporkan ibu. Perempuan yang mengkonsumsi kurng dari lima porsi
buah-buahan dan sayuran setiap hari lebih mungkin 1.8 kali untuk mengalami
pre-eklampsia dibandingka mereka yang mengkonsumsi luma atau lebih porsi
buah-buahan dan sayuran setiap harinya. Pola yang sama terlihat jika
konsentrasi buah-buahan dan sayuran dinilai secara terpisah, walaupun interval
konfidensnya lebih lebar.
Kami mengevaluasi risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsentrasi
asam askorbat plasma. Secara keseluruhan, pola risiko ini serupa dengan yang
dilaporkan untuk asupan vitamin C yang dilaporkan. Setelah menyesuaikan usia
maternal, paritas, dan BMI prakehamilan, perempuan pada kuartil konsentrasi
asam askorbat plasma paling rendah 2.3 kali lebih mungkin untuk mengalami
pre-eklampsia dibandingkan perempuan di kuartil paling tinggi (OR 2.3; 95% CI 1.1–4.6). seperti halnya dengan
aspan vitamin C, terdapat bukti tren risiko pre-eklampsia dengan semakin
menurunnya kuartil konsentrasi asam askorbat plasma (P dua ekor untuk tren
0.005). Untuk semakin mengevaluasi hubungan relatif antara pre-eklampsia dan
status asam askorbat plasma yang sangat rendah, kamimengidentifikasi kasus dan
kontrol dengan konsentrasi asam askorbat plasma yang turun di bawah desil
terendah (35 mol/liter) distribusi kontrol. Untuk analisis ini perempuan dengan
kuartil tertinggi digunakan sebagai kelompok referensi. Dibandingkan perempuan
denga konsentrasi asam askorbat plasma di kuartil atas, perempuan dengan
konsentrasi di desil terbawah mengalami peningkatan risiko pre-eklampsia 38
kali lipat (OR 3.8; 95% CI 1.7–8.8).
Variasi asam askorbat plasma dalam kkuartil paling bawah jauh lebih
besar dibandingka dalam tiga kuartil lainnya, dan maka itu berkontribusi pada
gradien yang bermakna untuk risiko pre-eklampsia. Karena risiko relatif antara
kuartil tertinggu dan 2 kuartil tengah tidak sesuai dengan gradien risiko
pre-eklampsia yang kuat, kami memodelkan asam askorbat plasma sebagai variabel
kontinu, yang hanya membatasi populasi penelitian menjadi 51 kasus
pre-eklampsia dan 51 kontrol dengan konsentrasi di kuartil terbawah. Pada
analisis subkelompok ini, setelah menyesuaikan dengan perancu,peningkatan as
asam askorbat plasma 10 mol/liter (di atas minimal 8.6 mol/liter) dihubungkan
dengan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 70% (adjusted OR 0.3; 95%CI=
0.1-0.7). Hubungan antara risiko pre-eklampsia dan asam askorbat plasma
(berdasarkan GAM) adalah kurvilinier) Gambar 2). Pemeriksaan dari kurva
tersebut menandakan bahwa risiko pre-eklampsia menurun sesuai peningkatan
konsentrasi plasma hingga 60 mol/liter, dengan titik seimbang risiko pada
konsentrasi di atas 60 mol/liter.
Diskusi
Perempuan yang melaporkan asupan vitamin C yang rendah selama 12 bulan
sebelum persalinan atau yang memiliki konsentrasi asam askorbat plasma yang
rendah saat persalinan memiliki peningkatan risiko pre-eklampsia pada
penelitian kasus-kontrol ini. Perempuan yang mengkonsumsi vitamin C kurang dari
85 mg/hari (di bawah AKG untuk perempuan hamil) mengalami peningkatan risiko
pre-eklampsia dua kali lipat, dibandingkan perempuan yang mengkonsumsi lebih banyak
vitamin C. Walaupun konsentrasi buah harian hanya berhubungan lemah dengan
risiko pre-eklampsia, perempuan yang melaporkan konsentrasi kurang dari lima
porsi sesuai dengan angka kecukupan minimal sebanyak lima porsi buah-buahan
plus saturan per hari mengalami
peningkatan risiko pre-eklampsia 1.8 kali lipat. Hubungan antara asupan vitamin
C yang dilaporkan ibu dan risiko pre-eklampsia dikuatkan oleh analisis status
asam askorbat plasma ibu. Pada perempuan-perempuan dengan konsentrasi asam
askorbat plasma terendah, setiap peningkatan 10 mol/liter pada asam askorbat
plasma dihubugkan dengan penurunan risiko pre-eklampsia sebesar 70%. Beberapa
keterbatasan penting wajib dipertimbangkan saat menginterpretasikan hasil-hasil
ini. Kami tidak dapat mengeksklusikan kemungkinan bas seleksi. Pada penelitian
ini, tingkat partisipan kontrol adalah 50% dan tingkat partisipasi 80%.
Perhatian utama lainnya berhubungan dengan kesalahan klasifikasi asupan vitamin
C, buah-buahan, dan sayuran. Karena FFQ diisi di akhir masa kehamilan,
kemungkinan bahwa perbedaan ingatan dan pelaporan asupan diet habitual mungkin
terjadi karena keluaran kehamilan tidak dapat dieksklusi.
Selain itu, kesalahan non diferensial dalam pelaporan diet habitual
mungkin terjadi. Untuk membantu eror offset
pada pengukuran asupan diet, konsentrasi asam askorbat plasma ibu,yang
dianggap sebagai penanda biologis asupan vitamin C juga diukur. (22)
Komparabilitas hasil dari hasil analisis dengan menggunakan berbagai sumber
data dan prosedur pengukuran menawarkan kepastian tertentu bahwa hubungan yang
dilaporkan memang benar adanya.
Pengukuran asam askorbat plasma tunggal mungkin menyediakan pengukuran
status vitamin maternal yang terintegrasi
waktu, dan mungkin banyak perempuan pada penelitian ini telah disalahklasifikasikan
dalam hal asupan vitamin C jangka panjang mereka. Walaupun begitu,
misklasifikasi tidak mungkin dihubungkan dengan status pre-eklampsia; maka itu,
mikslasifikasi nondiferensial mungkin menjadi peremehan mengenai hubungan
apapun antara asam askorbat plasma dan risiko pre-eklampsia. Konsentrasi asam
askorbat leukosit maternal mungkin menyediakan ukuran lebih akurat mengenai
asupan ibu untuk jangka panjang. Walaupun begitu, seperti yang baru-baru ini
diulas oleh Willet, (22) leukosit diketahui menjadi jenuh pada asupan vitamin C harian yang rendah (100 mg),
sehingga membuat asam askorbat plasma atau darah utuh mejadi ukuran vitamin C
yang paling sesuai terlepas dari variabilitas dari orang ke orang.
Karena desain potong lintang penelitian ini, kami tidak dapat menentukan
apakah perbedaan kasus-kontrol yang kami
temukan pada konsentrasi asam askorbat mendahului terjadi perubahan fisiologis
terkait pre-eklampsia seperti peningkatan peroksidasi lipid atau inflamasi
kronik sistmik. Walaupun begitu, konsistensi relatif ari hubungan antara asupan
diet habitual dan status vitamin C menunjukkan bahwa vitamin C yang rendah
mendahului awitan pre-eklampsia Selanjutnya, hasil awal dari penelitian kohort
prospektif kami menunjukkan bahwa konsentrasi asam askorbat plasma ibu sebesar
48.5 mol/liter pada usia gestasi 13 minggu dihubungkan dengan risiko
pre-eklampsia yang dua kali lipat. (12) Jika dihitung bersamaan, pertimbangan
ini memberikan sedikit kepastian bahwa asam askorbat plasma yang rendah
mendahului manifestasi klinis pre-eklampsia. Terlepas dari hal tersebut,
penelitian prospektif dengan pengukuran konsentrasi asam askorbat plasma serial
pada perempuan dengan dan tanpa pre-eklampsia dibutuhkan untuk mengkonfirmasi
dan mengekspansi setelah observasi kami.
Misklasifikasi differensial konsentrasi asam askorbat plasma maternal
memang kurang memungkinkan, karena seluruh analisis laboratorium dilakukan
tanpa mengetahui keluaran kehamilan partisipan. Walaupun kami mengontrol banyak
faktor perancu, tidak dapat disimpulkan dengan pasti bahwa odds ratio yang dilaporka tidak terpegaruhi perancu residual.
Contohnya, tidak semua konstituen nutritif dan non nutritif buah-buahan dan
sayuran telah diperhitungkan Maka itu mungkin dapat diargumentasikan bahwa
vitamin C hanya adalah penanda untuk faktor lainnya yang saat ini belum dapat
diidentifikasi.
Kami menyadari bahwa hanya terdapat satu laporan yang telah
dipublikasikan mengenai konsumsi vitamin C diet sehubungan dengan risiko
pre-eklampsia, dan hasil kami tidak sesuai dengan yang dipresentasikan pada
laporan tersebut. Morris dkk (23) menganalisis data dari 4589 perempuan
nulltipara pada sebuah penelitian klinis randomisasi mengenai suplementasi
kalsium. Konsumsi vitamin C ibu selama kehamilan diukur dengan sebuah pengingatan
diet tunggal selama 24 jam pada saat randomisasi (usia gestasi 13-21 minggu),
dan tidak terdapat hubugan dengan kejadian pre-eklampsia.
Mean konsumsi vitamin C serupa untuk perempuan dengan pre-eklampsia dan perempuan hamil
normotensif (mean ±SE 258±10 dibandingkan 251 ± 3 mg).
Kesimpulan dari penelitian ini sangat terbatas karena ingatan makanan
dari satu hari saja tidak mungkin mewakili pola diet habitual. Karena
variabilits asupan vitamin C antarindividu, penelitian akan perlu mengumpulkan
ingatan berhari-hari untuk menilai asupan dengan lebih tepat. Para penulis
tidak melaporkan perkiraan risiko relatif pada risiko pre-eklampsia sehubungan
dengan berbagai kadar kondumsi vitamin C diet ibu. Kami tidak menyadari laporan
lainnya mengenai risiko pre-eklampsia sehubungan dengan konsumsi buah-buahan
dan sayuran ibu.
Hasil kami mengenai konsentrasi asam askorbat plasma sesuai dengan hasil
dari beberapa penelitian kasus-kontrol potong lintang lainnya. (5-7) Contohnya,
Hubel dkk (5) pada penelitian mereka pada 7 perempuan pre-eklampsia dan 8
kontrol normotensif, melaporkan bahwa konsentrasi asam askorbat plasma
trimester ketiga ibu tenyata setengah dari konsentrasi yang terlihat pada
kelompok kontrol (median [rentang antar-kuartil 11.1 [9.7 -15.4] dibandingkan
dengan 21.7 [16.8 - 30.7] mol/liter). Konsentrasi ini sangat jauh lebih rendah
dibandingkan yang terlihat pada populasi penelitian kami, serta yang dilaporkan
oleh penelitian lain.(7-10) Pada sebuah penelitian kasus-kontrol potong lintang
pada perempuan-perempuan India, Kharb dkk (7) melaporkan bahwa konsentrasi asam
askorbat plasma pada 25 perempuan pre-eklampsia 19% lebih rendah dibandingkan kontrol normotensif
dengan jumlah yang sama (mean±SD 46.0 ± 5.7 compared with 60.2 ±23.2 mol/liter). Walaupun
begitu, hasil kami tidak sesuai engan uan dilaporkan oleh sebagian peneliti
lainnya (8-10) yang tidak melaporkan perbedaan konsnetrasi asam askorbat plasma
pada kelompok kasus dan kontrol. Variasi penanganan sampel darah, teknik
analitis laboratorium, kekuatan statistik yang terbatas, dan perancu yang tidak
terkontrol mungkin berkontribusi pada bervariasinya hasil dari satu penelitian
dengan penelitian lainnya. Tidak ada penelitian sebellumnya yang
mengkuantifikasikan risiko pre-eklampsia sehubungan dengan berbagai konsentrasi
asam askorbat plasma ibu.
Hubungan antara asupan vitamin C ibu , konsentrasi asam askorbat plasma,
dan pre-eklampsia mungkin secara biologis, dan sesuai dengan ditunjukkannya
bahwa konsentrasi buah-buahan dan sayuran menurunkan risiko kelainan kronik
yang terkait dengan stres
oksidatif, seperti penyakit jantung
koroner. (24-26) Perempuan dengan pre-eklampsia lebih mungkin dibandingan perempuan hamil normotensif untuk mengalami gangguan metabolik yang
serupa dengan yang terlihat pada pasien non hamil dengan penyakit jantung
koroner. Contohnya, gangguan metabolik yang secara konsisten terlihat pada
pre-eklampsia adalah hipertrigliseridemia, (27)stres oksidatif, (28) resistensi
insulin, (27) dan inflamasi kronik sistemik. (29.30). Selanjutnya, penelitian
histologis pada arteri dari plasenta yang dilahirkan dari perempuan
pre-eklampsia menunjukkan deposisi fibrin dan komplemen dan keterlibatan sel-sel
busa pada lesi ateromatosa. (31,32)
Walaupun penyebab aktivasi dan disfungsi sel endotel pada pre-eklampsia
saat ini tidak diketahui, peneliti telah mengajukan bahwa hipoksemia plasenta
akibat implantasi trofoblas abnormal menyebabkan munculya produk darah yang
secara langsung dan tidak langsung merusak sel-sel endotel. (33) Spesies
oksigen dan nitrogen reaktif, diketahui merupakan properti sel endotel, telah
mengusulkan bahwa produk dari darah yang mampu mengaktivasikan sel-sel endotel
dan berkontribusi pada banyak perubahan patofisiologis yang berhubungan dengan
pre-eklampsia. (28) Vitamin C, yang merupakan pertahanan paling efektif
terhadap radikal bebas pada sirkulasi perifer, adalah antioksidan pertama yang
dihabiskan selama stres oksidatif. Peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran
yang kaya vitamin C mungkin menurunkan risiko pre-eklampsia dengan menginhibisi
oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL), dengan menekan produksi spsies
oksigen reaktif oleh sel-sel vaskuler, dan dengan membatasi respons seluler
terhadap LDL yang teroksidasi.
Contohnya, ekspresi molekul adhesi, yang memerankan peran utama dalam regulasi
tonus vaskuler, tertekan saat vitamin C meningkat dan sintesis nitrit oksida
endotel diinaktivasi. (34) Peningkatan asupan vitamin C juga dapat memerankan
peran dalam memodulasi fungsi endotel melalui regulasi respons inflamasi
terhadap stres oksidatif.
Mortalitas dan morbiditas maternal akibat kelainan hipertensif
kehamilan, termasuk pre-eklampsia, masih tinggi di seluruh dunia (35) dan
mewakili area pernatologi modern yang bermasalah. Tidak ada strategi manajemen
efektif dibandingkan persalinan elektif, dan tidak ada intervensi terapeutik
yang terbukti efektif dalam mencegah atau memperbaiki penyakit ini. Orang
Amerika rata-rata mengkonsumsi hanya 1.5 porsi sayuran (termasuk kentang dan
salad) dan hanya 0.7 porsi buah-buahan setiap harinya. (36) Pada penelitian yang dilakukan sebagian besar pada
perempuan berpendidikan baik, kulit putih, dan kelas menengah ini, asupan
buah-buahan dan sayuran rata-rata setiap harinya adalah 3.7 untuk kasus
pre-eklampsia dan 4.6 untuk kontrol normotensif; walaupun kadar ini adalah
kadar asupan yang cukup jauh lebih tinggi dibandingkan populais umum,
seperempat subyek kontrol normotensif pada penelitian ini megkonsumsi kurang
dari lima porsi perhari sesuai rekomendasi Departemen Pertanian AS.(18) Jika
hasil-hasil ini dikonformasi pada penelitian prospektif yang lebih besar yang
melibatkan penentuan asupan diet dan vitamin C plasma serial, akan diusulkan
untuk usaha kesehatan publik yang telah ada saat ini perlu meningkatkan asupan
buah-buahan dan sayuran yang kaya vitamin C dan antioksidan lain untuk
menurunkan risiko pre-eklampsia.